Selasa, 24 Juli 2012

mbah Rujak


Hidup sendiri bukan berarti tidak bisa berguna buat orang lain. Banyak kegiatan yang dapat dikerjakan dan diperbuat. Mau masih muda, mau sudah tua yang penting ada niat dan hati tulus pasti semua dapat berguna dan menyenangkan orang lain. Tidak perlu menunggu kaya atau menunggu mempunyai pendidikan tinggi untuk bisa berbagi untuk sesama.
Masih dari kampungku tercinta, cerita ini aku tulis. Beliau masih kerabat dari almarhum eyangku. Sebut saja mbah Rujak, ya panggilan ini sesuai dengan profesi yang beliau jalani yaitu berjualan rujak dan makanan kecil lainnya. Mbah Rujak hidup sendiri tanpa anak dan suami, hanya ada saudara dekat termasuk ibuku yang sudah dia anggap sebagai anaknya. Mbah Rujak hidup terpisah dari rumahku di kampung, tapi masih di lingkungan yang sama denganku. Beliau tidak pernah mengecap bangku sekolah sama sekali karena waktu dia kecil sampai beranjak dewasa hidup pada masa perang kemerdekaan Republik ini.
Mbah Rujak sudah hampir 35 tahun berjualan, nyaris tanpa bantuan dan campur tangan dari orang lain. Prinsipnya selama ia masih kuat berjalan dan berusaha pasti dikerjakan sendiri. Hanya sekali sekali waktu kecil aku membantu mengusung dagangan dari rumahnya ke warung dekat jalan depan di kampungku yang lebih ramai. Itupun kalau aku perlu uang untuk jajan karena Mbah Rujak selalu memberi uang saku setiap aku selesai mambantunya. Kalau tidak diberi uang saku, pasti aku ambil gorengan dagangannya. Hehe….ada udang di balik celana ya…. Eh salah , ada udang di balik batu gitu deh?
Rutinitas mbah Rujak tiap hari cukup padat lho. Diawali dari subuh Mbah Rujak melangkahkan kakinya menuju pasar di daerahku yaitu pasar Pon di Blitar sana. Tidak pernah dia mau diantar oleh bapakku atau saudara yang lain, dia memilih berjalan kaki ke pasar yang jaraknya kurang lebih 6 km dari kampungku itu. Jalan kaki lebih sehat katanya. Dan itu memang terbukti sekarang  setelah Mbah Rujak berumur 90 tahunan. Beliau masih segar dan cukup sehat untuk orang umur 90-an. Setelah proses beli membeli barang selesai mbah Rujak pulang diantar becak kecil langganannya. Aku masih ingat betul nama abang becaknya, dia bernama Pak Min yang tinggal di tetangga kampungku. Pernah aku Tanya si abang becak itu kok tiap hari dia yang antar Mbah Rujak ke rumah sih? Pak Min menjawab, gak apa apa mas si Mbah itu orangnya baik trus tidak pernah mengeluh, mau ngasih uang berapa juga saya terima tidak minta lebih, begitu jawaban singkatnya.
Sampai di rumah bahan bahan mentah mulai dia olah sampai matang dan siap dijual. Jam 1 siang biasanya semua proses telah selesai dan dagangan dibawa ke warung Mbah Rujak di jalan desaku. Mulailah dia menunggu pembeli yang akan datang ke warung kecil itu. Sebagai seorang pedagang kecil pendapatan yang dia peroleh pastilah tidak menentu, belum lagi bila ada pembeli yang hutang. Atau anak muda yang lagi galau dengan sistem pembelian, beli dengan harga satu ambil dua gorengan. Walaupun tahu ulah anak anak ini, Mbah Rujak diam aja dan berkata kepadaku. “ Gak po po le, ilang siji mengko entok ganti limo”, maksudnya Gak apa apa hilang satu, nanti juga dapat ganti lima. Wah aku baru menyadari sekarang ajaran ketulusan dari Mbah Rujak ini, dan terbukti sampai tulisan ini aku buat warung Mbah Rujak ini tidak pernah bangkrut. Pernah juga aku mendengar cerita dari Mbah Rujak, ada seorang yang masih muda entah dari mana asalnya mampir ke warung itu dan berkata “ Mbah, saya tidak bawa uang sama sekali minta air putihnya mbah” begitu kata pemuda misterius yang ngakunya orang dari Jawa Tengah dan kecopetan di jalan itu. Tak perlu ditanya lagi reaksi dari Mbah Rujak, bukan air putih seperti yang diminta tapi dibuatkanlah teh hangat untuknya. Masih ada tambahan Rujak petis special buatanya. Ehmmm, aku yakin sampai sekarang pemuda misterius itu masih mengingat kebaikan dari Mbah Rujak ini.
Sungguh pelajaran yang sangat menginspirasi aku untuk tetap menyadari bahwa kita adalah manusia biasa yang masih membutuhkan orang orang di sekitar kita untuk berbagi. Tulus dalam menjalani profesi yang telah dipilih dan tidak mudah menyerah walaupun harus berjuang sendiri. Dan yang terpenting adalah semangat kemandirian dan ketulusan memberi pelayanan untuk orang lain walaupun dia hidup dalam kekurangan.  


Rabu, 18 Juli 2012

tukang sapu sahabatku


  Kisah ini adalah kisah nyata yang sayang sekali bila aku simpan sendiri. Dari kisah ini, aku ingin memberi gambaran untuk sobat-sobat yang membaca blogku, bahwa hidup adalah sebuah perjuangan tanpa ada henti. Tulisan ini adalah tulisan pertamaku dan akan menyusul tulisan2 yang lain untuk sobat-sobat sekalian. Untuk nama tokoh aku buat nama samaran, agar yang bersangkutan lebih berkenan.
         Sebut saja namanya Pairi, lahir di kota kelahiranku juga Blitar, Jawa Timur. Dia adalah teman main kecilku dahulu, lahir dan tumbuh dewasa di kota kecil bersama lima teman seangkatanku di kampung Bendil. Pairi berumur 3 tahun lebih muda dari aku, banyak  pengalaman sedih, lucu, gembira, dan haru yang aku lalui bersama sahabatku itu. Mulai saja kisahku ini, Pairi adalah anak dari tukang becak sederhana di kampungku.Anaknya lucu dan sangat periang, yang paling aku kagumi dari dia adalah semangat mau membantu dan ringan tangan darinya. Selepas lulus SMP dia memutuskan untuk berhenti sekolah, menurut Pairi bapaknya tidak sanggup  membiayai sekolah lebih tinggi lagi. Waktu itu aku masih duduk di kelas 3 STM di kotaku, rasanya sedih juga tahu Pairi tidak melanjutkan sekolah. Tapi persahabatan kami tetap berjalan baik walaupun Pairi memutuskan untuk mengayuh becak seperti rata2 profesi di kampungku.
          Di sini perjalanan hidup Pairi berjalan sesungguhnya, dari sekedar bermain dan belajar berubah menjadi kayuhan yang menghasilkan uang. Sangat berkesan dan tentunya sangat menyesakkan  melihat anak umur 15 tahunan bermandikan keringat dan panas matahari, belum lagi bila hujan deras turun, ya bisa dibayangin sendiri sobat. Tapi semua itu tidak menyurutkan semangat Pairi kecil untuk terus bekerja mengayuh becak dengan kayuhan kecilnya. Yang perlu sobat ketahui sebagian dari penghasilan mengayuh becak itu diberikan kepada Emaknya untuk keperluan sehari-hari. Pairi tidak pernah mengeluh apapun, dia selalu riang dalam menjalankan profesi barunya itu sungguh sungguh. Pernah suatu pagi Pairi mengalami kecelakaan, saat mengantar seorang ibu2 berangkat ke kantor entah tidak konsentrasi apa mengantuk becak yang dia kayuh terkena palang pintu kereta yang menutup. Ramailah kampung kecilku dengan berita itu, Pairi kecil tidak mau dirawat di rumah sakit dengan alasan yang sangat logis untuk orang kecil yang hidup di Indonesia yaitu biaya. Siapa yang mau tanggung biayanya sobat?? Dengan luka yang ada, Pairi dibawa pulang dan diobati seadanya. Ya begitulah sekelumit cerita untuk Pairi pagi itu.
            Waktu berjalan, tak terasa 3tahun telah berlalu, aku sendiri memutuskan mengadu nasib ke Ibukota Republik ini. Persahabatan kami tidak luntur begitu saja, semua tetap berjalan walaupun hanya dengan komunikasi surat menyurat kala itu. Aku sendiri rutin pulang kampung tiap 3bulan sekali, senang sekali selalu bisa berbagi cerita dengan Pairi. Setelah 3tahun mengayuh becak Pairi yang sudah mulai beranjak dewasa mulai berfikir untuk mengubah nasib hidupnya yang selama ini ia jalani. Dia ingin mempunyai keinginan untuk mempunyai penghasilan rutin tiap bulannya. Bak gayung bersambut, tetanggaku menawari pekerjaan sebagai petugas kebersihan kota Blitar tepatnya sebagai penyapu jalan kota. Aku bantu Pairi membuat surat lamaran kerja sebagai petugas kebersihan, hasilnya Pairi diterima tanpa menunggu waktu. Profesi Pairi yang baru pun dimulai . Tiap jam tiga pagi dia sudah harus bangun agar tidak telat menyapu jalanan kota. Pairi bertugas di jalan seputaran istana Gebang di kota Blitar, tempat di mana Bung karno menghabiskan masa kecilnya. Banyak turis domestik tiap pagi sudah berkeliling menuju istang Gebang ini, maka Pairi harus tepat waktu agar lingkungan istana terlihat sedap dipandang.
            Di sela waktu senggangnya pairi masih mengejar rupiah dengan profesi lamanya mengayuh becak, karena tugas menyapunya sampai jam 12 siang saja. Tugasnya sebagai penyapu jalanan bukanlah pekerjaan tanpa resiko. Tiap sebulan sekali Pairi mempunyai tugas untuk memangkas ranting pohon di area jalanan agar tidak menimbulkan sampah berlebih dari daun kering pohon, juga untuk keselamatan pengguna jalan yang melintas. Nah di situ awal dari bencana itu datang, saat Pairi naik ke pohon yang lumayan tinggi untuk memangkas ranting2 pohon, dahan yang dia injak patah dan jatuhlah dia. Masih untung, ya masih untuk sobat Pairi tidak jatuh ke kerasnya aspal jalanan karena tangannya tersangkut di ranting pepohonan. Akibat kejadian itu Pairi harus mengorbankan tangan kirinya patah. Pengobatan tradisioal khas Jawa Timur ditempuh, tapi bukan Ketok Magic asli Blitar lo sobat. Seminggu kemudian Pairi sudah bisa beraktifitas walaupun tangan kirinya harus digendong dan diberi kayu pengaman. Berhenti menyapu jalanan, tentu tidak ada di kamus besar Pairi. dengan dibantu bapaknya tugas tetap dia jalankan dengan tulus sampai dia benar2 sembuh. Ehmmm, andaikan aparat pemerintah negeri ini mempunyai jiwa pengorbanan seperti Pairi pasti maju negara ini, tidak menjadi sarang para koruptor-koruptor rakus itu.
            Sudah ah aku gak mau cerita tentang kebobrokan negeri ini, tambah pusing jadinya?? Kembali ke kisah Pairi sobat, seiring berjalannya waktu tugas Pairi tidak menyapu jalan lagi. Dedikasi dan disiplin tinggi membuat dia dipromosikan menjadi mandor untuk teman2nya, tidak tanggung2 Pairi membawahi 25 penyapu jalanan yang lain. Di sinilah hebatnya Pairi, dia tidak puas sampai di situ saja. Pairi melanjutkan lagi sekolahnya yang terputus setelah lulus SMP dulu, pagi kerja malam hari mengikuti kejar paket setara SLTA. Pairi tidak segan apalagi malu menjalani aktivitasnya itu padahal umur sudah tidak belasan tahun lagi. Wah salut banget mendengar berita dari Pairi ini, terus aku beri dukungan buat Pairi untuk terus melaju jangan sampai berhenti di tengah jalan. Dukungan dariku dan orang2 di sekitarnya membuahkan hasil yang memuaskan, Pairi berijazah SLTA sekarang.
               Promosi pekerjaan yang lainpun Pairi dapatkan dari tenaga honorer dinas kebersihan kota Blitar mejadi calon pegawai negeri sipil dan ditempatkan di SLTP negeri 2 Blitar sebagai pesuruh sekolah. Dari situ Pairi mulai mendapatkan pelatihan2 sebagai syarat menjadi pegawai negeri. Akhir kisah ini Pairi mendapat mendapat surat yang tidak akan mungkin Pairi lupakan yaitu surat pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil Pemkot Blitar tanpa ada uang pelicin dan tanpa sogokan apapun juga. Pairi ditugaskan di SLTA Negeri 1 Blitar sebagai tenaga administrasi sekolah.  Benar2 proses yang panjang, bukan semata mata  bermodal uang untuk mencapai cita cita. Tetapi modal tekad yang kuat dan perjuangan untuk mencapai semuanya yang Pairi contohkan patut kita teladani. Sekarang Pairi sudah membangun keluarga dan mempunyai 1 orang anak yang lucu. Salam sobatku, terus berjuang.